Iklan

Red1
Rabu, 12 November 2025, November 12, 2025 WIB | Dibaca: 0 kali
Last Updated 2025-11-12T01:14:22Z
Artikel

Hari Jadi Rupiah Sebagai Jejak Pengorbanan Gusti Pangeran Cakraningrat IV Madura

Advertisement



informasiphatas.net || Bangkalan – Setiap 30 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Oeang Republik Indonesia (ORI) — momen bersejarah lahirnya mata uang pertama yang menjadi simbol kedaulatan ekonomi nasional. Namun, di balik kisah heroik penerbitan ORI tahun 1946 itu, tersimpan babak tragis yang jarang disinggung: pengorbanan besar dari tanah Madura, tepatnya perjuangan Gusti Pangeran Cakraningrat IV, yang menjadi salah satu fondasi tak langsung berdirinya kedaulatan moneter bangsa.


Sejarah mencatat, bukan hanya tanggal 30 Oktober 1946 yang layak dikenang, tetapi juga 11 November 1743 — tanggal yang tercantum dalam Pasal 22 Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum. Hari itu menjadi titik balik ketika hak mencetak uang, simbol utama kedaulatan, mulai dirampas oleh kekuatan kolonial. Melalui perjanjian itu, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) memperoleh hak istimewa mencetak koin emas sebagai imbalan atas bantuan militer terhadap Mataram — sebuah langkah yang sejatinya lahir dari pengkhianatan terhadap perjuangan Cakraningrat IV.


Pengkhianatan Politik dan Kejatuhan Sambilangan


Pada penghujung tahun 1742, Cakraningrat IV memimpin ekspedisi besar merebut kembali Keraton Surakarta dari pemberontak Sunan Kuning, dan mengembalikan Pakubuwono II ke tahtanya. Sebagai balas jasa, Mataram menjanjikan wilayah kekuasaan luas bagi Cakraningrat. Namun janji itu berubah menjadi pengkhianatan.


Hanya setahun berselang, 11 November 1743, Mataram justru menandatangani perjanjian dengan VOC yang menyerahkan kedaulatan atas Madura. Pasal 6 dan 7 perjanjian tersebut secara eksplisit menjadikan Madura wilayah kekuasaan Kompeni. Langkah ini menjadi pukulan berat bagi Cakraningrat IV — pemimpin yang selama ini berjuang untuk kedaulatan dan kehormatan bangsanya.


Menolak tunduk pada kekuasaan asing, Cakraningrat IV memproklamasikan kemerdekaan Madura dan memutus hubungan dengan Mataram maupun VOC. Namun, keberanian itu memicu Perang Madura. Pada 12 Februari 1745, VOC melancarkan invasi besar-besaran ke Madura. Setelah pertempuran sengit, Keraton Sambilangan, benteng terakhir pertahanan Madura, akhirnya jatuh. Kekalahan itu menandai berakhirnya kedaulatan politik Madura dan menjadi awal dominasi ekonomi VOC di wilayah Nusantara.



Koin VOC: Simbol Kuasa dan Perampasan Kedaulatan


Pasal 22 perjanjian 1743 memberi VOC hak penuh mencetak koin emas. Koin ini bukan hanya alat tukar, tapi simbol dominasi. Desainnya meniru Rupee Coromandel dari India, kemudian dicetak di Batavia sebagai “Rupee Mohur” atau “Java Rupee.” Ironisnya, pada koin itu tercantum “Cap Susuhunan”, simbol kekuasaan Mataram yang kini telah berada di bawah kendali Kompeni.


Klausul perjanjian bahkan menegaskan bahwa Susuhunan tidak berhak menuntut imbalan apa pun atas penerbitan uang itu — menandakan bahwa hak prerogatif ekonomi telah sepenuhnya dilucuti.


Menurut RP. Salman Alrosyid Dungmoso, Founder Museum Uang Perusnia Bangkalan, sejarah ini seharusnya menjadi bagian integral dalam peringatan Hari Oeang.


“Saat kita merayakan Hari Oeang Republik Indonesia, sejatinya kita merayakan kembalinya hak prerogatif bangsa yang pernah dirampas. Dan perampasan itu secara resmi dimulai pada 11 November 1743 — tanggal yang berkaitan erat dengan kejatuhan Keraton Sambilangan,” tegas RP. Salman Alrosyid Dungmoso.


Ia menambahkan, pengorbanan Gusti Pangeran Cakraningrat IV adalah puncak perlawanan terhadap hilangnya kedaulatan. Kekalahan di Sambilangan bukan sekadar tragedi politik, tetapi awal dari kolonialisasi ekonomi yang kelak menjelma dalam sistem moneter Hindia Belanda.


“Mata uang kolonial seperti Mohur Jawa dibangun di atas reruntuhan kedaulatan Madura. Koin-koin itu menjadi simbol kekuasaan yang lahir dari darah para pejuang Sambilangan,” ujarnya.


Rupiah: Kedaulatan yang Ditebus Pengorbanan


Pandangan serupa disampaikan RM. Agus Suryoadikusumo, pemangku Dinasti Keluarga Gusti Pangeran Cakraningrat IV.


“Kami meyakini bahwa jejak sejarah moneter bangsa, yang melahirkan Rupiah sebagai simbol kedaulatan, berakar pada pengorbanan besar Gusti Pangeran Cakraningrat IV. Tragedi Sambilangan adalah fondasi tak terucapkan bagi kedaulatan moneter kita. Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah memberikan rekognisi dan perhatian atas kontribusi historis beliau,” ungkap RM. Agus Suryoadikusumo dengan penuh wibawa.



Ia menutup pernyataannya dengan pesan yang menggugah:


“Rupiah yang kita gunakan hari ini bukan hanya alat tukar — ia adalah warisan perjuangan dan pengorbanan. Dan perjuangan itu telah dimulai jauh sebelum Republik berdiri, di tanah Sambilangan Madura.”


Editor : Adi

Tag Terpopuler