Advertisement
informasiphatas.net || Jakarta - Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) melanjutkan gerakannya dengan melaporkan dugaan gratifikasi dalam gaya hidup mewah Sekretaris Lurah Petojo Selatan, Febriwaldi dilaporkan ke KPK pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Sehari sebelumnya Kodat86 bersama puluhan masyarakat menggeruduk kantor Balai Kota Pemprov. DKI Jakarta untuk melaporkan prihal yang sama kepada Gubernur Pramono Anung.
“Hidup mewah kalau sesuai kemampuan ya gak ada masalah, tapi kan tetap harus tahu tempat juga. Jangan sampai menyinggung orang sekitarnya. Tapi memaksakan diri, tentu ada sesuatu di belakangnya yang mungkin tidak benar,” kata Ketua Kodat86, Cak Ta’in Komari SS kepada media Selasa (14/10) usai keluar dari gedung Merah Putih KPK Jakarta.
Menurut Cak Ta’in, hidup mewah tentu dilakukan oleh orang kaya. Tapi ASN dengan jabatan sekelas Sekretaris Kelurahan Petojo Selatan tentu menimbulkan banyak tanda tanya.
“Dari mana sumber dana untuk bergaya hidup mewah tersebut. Itu yang perlu ditelusuri dan diusut oleh KPK,” ujarnya.
Cak Ta’in menekankan agar KPK tidak melihat jabatan Febriwaldi yang hanya sebagai sekretaris kelurahan.
“Justru ini sangat menarik, kalau sekelas Sekretaris Kelurahan saja bisa bergaya hidup mewah, suka pamer, dan pelesiran ke luar negeri, tentu ada dukungan dana yang besar juga. Persoalannya memperoleh nya dengan cara yang benar atau tidak, ada unsur gratifikasi dengan menyalahgunakan kekuasaan, jabatan dan kewenangan nya tidak?,” ujarnya.
“Kalau sekelas Sekretaris Kelurahan saja bisa bergaya hidup mewah, apalagi dengan jabatan yang lebih tinggi. Pasti lebih banyak, kepala dinas, bahkan walikota, bupati, gubernur dan pejabat negara lainnya. Gaya hidup yang jauh di atas pendapatan normatifnya itu lah yang harus diusut, sebab di balik itu kemungkinan dilakukan dengan cara yang tidak benar,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Cak Ta’in menjelaskan, laporan ke KPK tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut laporan kepada Gubernur DKI Jakarta.
Namun ada dua sisi berbeda dari fokus laporannya, yang pertama fokus pada pelanggaran disiplin ASN, sementara laporan ke KPK fokus pada dugaan gratifikasi dari jabatan Febriwaldi tersebut.
“Informasi negatifnya banyak beredar, termasuk bagaimana sumber dana untuk bergaya hidup mewah itu didapatkan. Semua kita sudah uraikan dalam laporan. Semoga KPK segera mengusutnya hingga tuntas.” urainya.
Mantan jurnalis, akademisi dan staf ahli DPRD itu menambahkan, proses hukum terhadap perilaku Febriwaldi itu akan menjadi peringatan bagi pejabat ASN dan pejabat negara lainnya.
Yang mungkin selama ini suka menyalahgunakan kekuasaan, jabatan dan kewenangan untuk keuntungan pribadi dan memperkaya diri.
“Bedanya Febri terlanjur pamer, publik marah dan menghujat. Sementara yang lain diam-diam, atau belum sempat bergaya. Tapi kan semua bisa dilihat dari pola hidup anaknya, pendidikan, dan fasilitas yang dimiliki. Menggambarkan keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran serta seluruh aset yang dimiliki,” terangnya.
Itulah pentingnya RUU perampasan aset agar disahkan secepatnya, lanjut Cak Ta’in. “Orang tidak takut dipenjara karena korupsi, sebab setelah keluar masih bisa nikmati hasil korupsinya. Tapi kalau asetnya disita, dirampas, dan dimiskinkan, pasti mereka takut berbuat korupsi lagi,” tandasnya.
Editor : Red



