Advertisement
informasiphatas.net || Semarang – 9 Agustus 2025, di tengah derasnya arus modernisasi dan tekanan hidup, sosok Mas Sayyid Syahriar—yang akrab disapa Mas Syahriar—hadir sebagai pembimbing rohani yang tetap setia menjaga warisan thariqah dari para leluhurnya.
Sejak kecil, kehidupan Mas Syahriar sudah diwarnai ujian. Di usia yang seharusnya dipenuhi permainan, sang ayah menuntutnya menyiapkan bekal hidup. Tak lama berselang, ayahanda meninggalkannya. Masa-masa itu justru membentuk keteguhan hatinya dalam menempuh jalan kesunyian.
Memimpin jamaah thariqah yang terdiri dari berbagai latar belakang bukanlah perkara mudah. Namun, sebagai cicit dari Syaikh Muhammad Idris—mursyid tujuh thariqah—Mas Syahriar memiliki bekal kuat. Mahabbah (kecintaan) kepada guru menjadi prinsip yang terus ia pegang, sebagaimana diwariskan kakeknya, Syaikh Zaenal Abidin (Mbah Zaen), dan ayahandanya, yang keduanya menaruh kecintaan mendalam kepada guru-guru mereka di Watucongol.
Sikap itu pula yang mendorongnya rutin menempuh perjalanan ke Watucongol untuk menemui gurunya, Bapak Aly Qoishor. Dari sang guru, ia mendapatkan nasihat penting: “Orang datang kepadamu bukan karena ingin mendengar hebatnya engkau. Mereka datang karena mereka butuh merasakan tenangnya Allah lewat dirimu.”
Kini, di kediamannya, Mas Syahriar rutin menerima jamaah yang datang mengadukan berbagai persoalan hidup. Mulai dari masalah keluarga, tekanan pekerjaan, hingga keresahan batin. Dengan pendekatan thariqah Syadziliyyah yang lembut, beliau menuntun mereka kembali pada ketenangan hati.
“Di dunia yang serba cepat ini, dzikir adalah rumah bagi jiwa,” tutur Mas Syahriar kepada jamaahnya.
mas syahriar berpesan. “Thoriqoh itu memang ilmu tua. Bukan berarti hanya dipelajari oleh orang-orang tua saja”
Tidak hanya di rumah, setiap kali singgah di kota-kota lain, beliau selalu menyedekahkan waktunya untuk bertemu para jamaah yang telah tersebar di berbagai daerah. Dengan caranya yang sederhana, Mas Syahriar membuktikan bahwa cahaya thariqah bisa tetap bersinar di tengah derasnya arus zaman.
Editor : Para Pencari Tuhan